
Pasukan Khusus Israel menyerbu sebuah rumah di daerah Hashashin di Kamp Pengungsi Balata, sebelah timur Nablus, Tepi Barat pada tanggal 24 April 2025. [Nedal Eshtayah – Anadolu Agency], foto diambil dari MEMO
Mengutip Middle East Monitor, berdasarkan laporan harian Yedioth Ahronoth Ahad (27/4/2025), tentara Israel akan menjalani empat bulan tambahan masa wajib militer menjadi tiga tahun penuh.
Militer juga memutuskan untuk menangguhkan cuti pra-pembebasan, yang mengharuskan tentara untuk menjalani tiga tahun penuh sebelum dibebastugaskan.
Tidak ada konfirmasi langsung dari pihak militer atas laporan tersebut.
Surat kabar tersebut mengatakan keputusan tersebut diambil untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja yang belum pernah terjadi sebelumnya karena militer kini kekurangan 10.000 tentara, 7.000 diantaranya dari unit tempur.
Langkah tersebut diambil saat militer Israel melanjutkan perang mematikan di Jalur Gaza, yan telah menewaskan hampir 51.500 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, sejak Oktober 2023.
Pemerintah Israel telah berupaya meloloskan undang-undang yang memperpanjang wajib militer menjadi tiga tahun dari dua tahun delapan bulan saat ini, tetapi langkah tersebut menghadapi tantangan dari anggota koalisi ultra-Ortodoks, yang menginginkan pengecualian bagi komunitas mereka dari wajib militer sebagai imbalan atas dukungan terhadap undang-undang tersebut.
Yahudi Ultra-Ortodoks, atau Haredi, terdiri dari sekitar 13% dari 10 juta penduduk Israel.
Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan November lalu untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga menghadapi kasus genosida di Pengadilan Internasional (ICJ) atas perangnya di Jalur Gaza (MEMO/Kho).
Sumber: