
Dr. Ahmed Atawneh, foto Pusat Informasi Palestina
Dr. Ahmed Atawneh, direktur Pusat Roayah for Strategic Studies, mengidentifikasi tiga skenario bagi jalannya perang Israel di Gaza, di tengah tantangan dalam negeri, regional, dan internasional yang rumit. Ia memuji kinerja perlawanan Palestina di lapangan dan secara politik, meskipun menghadapi isolasi berat.
Dalam wawancara pers eksklusif dengan Pusat Informasi Palestina, yang diterbitkan situsn Palinfo Com tanggal 28 April 2025 pukul 14.06, Atawneh menjelaskan bahwa skenario pertama, yang lebih disukai oleh Palestina dan perlawanan, adalah mencapai kesepakatan komprehensif yang mencakup gencatan senjata, pertukaran tahanan, aliran bantuan, dan jaminan rekonstruksi. Ini merupakan tambahan bagi pembentukan komite sementara untuk mengelola Jalur Gaza melalui konsensus Palestina-Mesir dan di bawah naungan Liga Arab. Ini akan berlangsung hingga rumah tangga Palestina ditata ulang dan pemerintahan terpadu dibentuk untuk Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Skenario kedua, menurut Atawneh, berdiri di atas berkelanjutannya penolakan Israel yang terus-menerus terhadap formula apa pun untuk gencatan senjata permanen. Ini berarti akan memperpanjang agresi dan mengubahnya menjadi perlawanan berkelanjutan terhadap penjajahan parsial yang tidak mampu memaksakan kendali penuhnya. Ia mencatat bahwa situasi ini dapat berlangsung selama satu tahun atau lebih, tergantung pada kekuatan perlawanan dan tingkat tekanan internasional.
Mengenai skenario ketiga, ia menjelaskan bahwa ini kemungkinannya terkecil bahwa Amerika Serikat dan masyarakat internasional akan memberikan lampu hijau kepada penjajah untuk mengintensifkan pembantaian, dengan tujuan menciptakan hijrah di dalam negeri yang meluas di Gaza dan memaksakan diterapkannya pemerintahan militer Israel.
Namun, ia memperingatkan bahwa opsi ini mengandung risiko bagi penjajah, khususnya terkait nasib tahanan Israel yang ditahan oleh kelompok perlawanan.
Prediksi Tercapainya Kesepakatan
Atawneh memprediksi bahwa kesepakatan gencatan senjata dapat dicapai dalam beberapa bulan, dengan mencatat bahwa skenario lain bersifat kompleks dan memerlukan intervensi dan tekanan internasional yang nyata untuk memaksakan solusi yang berkelanjutan.
Atawneh menjelaskan bahwa perang yang berkepanjangan tidak semata-mata terkait dengan Netanyahu, tetapi lebih pada sifat seluruh sistem Israel, yang mencakup partai-partai sayap kanan ekstrim dan lembaga keamanan dan militer yang bersekutu dengan pemerintah.
Ia menjelaskan bahwa pemerintah Israel saat ini menikmati stabilitas yang kuat, didukung oleh 68 anggota Knesset, dan sedang mengejar rencana “keputusan akhir” yang bertujuan untuk menundukkan Palestina dan mengakhiri proyek nasional mereka, yang didukung oleh lingkungan regional yang lemah dan dukungan Amerika yang tak tergoyahkan.
Kinerja Perlawanan Palestina
Al-Atawneh memuji kinerja perlawanan Palestina, menganggapnya telah tampil mengagumkan sejak awal perang, menunjukkan kemampuan tinggi dan tekad yang kuat di medan perang meskipun infrastruktur Gaza hancur parah. Ia menekankan kelanjutan perlawanan di Beit Hanoun dan daerah lain yang sebelumnya diduga hancur sejak hari-hari pertama.
Di bidang politik, ia menjelaskan bahwa perlawanan telah menghadirkan inisiatif politik yang matang sejak awal perang, menyerukan gencatan senjata dan pembentukan negara Palestina yang merdeka sesuai dengan resolusi internasional. Ia menekankan bahwa kinerja politik ini selaras dengan kinerja militer, meskipun respons internasional terbatas.
Lemahnya Mobilisasi Rakyat Arab dan Internasional
Atawneh mengkritik kelemahan gerakan rakyat Arab dan Islam dibandingkan dengan gerakan di negara-negara Barat, dengan mencatat bahwa masyarakat Barat telah menunjukkan dinamisme yang lebih besar dalam mengekspresikan penolakan mereka terhadap agresi di Gaza, sementara efektivitas negara-negara Arab mengalami penurunan karena adanya kekangan kebebasan dan tidak adanya tekanan nyata kepada pemerintah.
Ia menekankan bahwa gerakan turun ke jalan, meskipun penting, belum mencapai tingkat pengaruh yang diperlukan pada keputusan politik, mempertanyakan ketidakmampuan negara-negara Arab, meskipun telah mengadakan pertemuan puncak dan pertemuan, dalam membawa air dan obat-obatan ke Gaza yang terkepung.
Runtuhnya Kinerja Politik Pemerintah Palestina
Terkait urusan dalam Palestina, Al-Atawneh menyatakan penyesalannya atas apa yang ia gambarkan sebagai “kemunduran dan disintegrasi” yang telah menimpa lembaga kepemimpinan Palestina, dengan mencatat bahwa pengangkatan Hussein al-Sheikh sebagai wakil Mahmoud Abbas mencerminkan keadaan tidak berdaya dan keterpisahan dari realitas rakyat Palestina.
Ia menambahkan bahwa perubahan ini terjadi sebagai respons terhadap tekanan internasional dan bukan sebagai inisiatif nasional, seraya menekankan bahwa momen sulit ini mengharuskan gerakan nasional Palestina untuk membangun kembali lembaga-lembaganya di atas fondasi perlawanan dan keteguhan.
Pertarungan Eksistensial Hancurkan Proyek Nasional Palestina
Dr. Al-Atawneh menutup pembicaraannya dengan menekankan bahwa apa yang terjadi di Gaza adalah pertarungan eksistensial yang bertujuan untuk melikuidasi proyek nasional Palestina. Ia menyerukan persatuan nasional sejati dan pembangunan kembali lembaga-lembaga politik yang sejalan dengan aspirasi rakyat Palestina untuk kebebasan dan kemerdekaan (Palinfo/Kho).
Sumber: