
Trump (kiri) tidak ikut campur dalam keputusan Netanyahu di Gaza, menurut Ehud Barak (Al Jazeera), foto Al Jazeera Net
Mantan Perdana Menteri 1sr*el Ehud Barak mengatakan pada hari Jumat (16/5/2025) bahwa Presiden AS Donald Trump tidak peduli dengan Perdana Menteri 1sr*el Benjamin Net4ny*hu, dan bahwa pemerintahannya menelantarkan tawanan yang ditahan di Gaza untuk memuaskan kemauan para ekstremis.
Mengutip Al Jazeera pada 16 Mei 2025, dalam sebuah wawancara dengan Channel 12 1sr*el, Barak mengatakan, “Trump tidak peduli dengan Net4ny*hu, dan dia tidak turut campur dalam apa yang Net4ny*hu putuskan untuk dikerjakan di Gaza.”
Barak menambahkan, “Trump yakin bahwa 1sr*el tidak akan meraih apa-apa di Gaza, karena tidak mampu meraih apa-apa dalam tempo satu setengah tahun terakhir (sejak perang dimulai pada Oktober 2023).”
Barak menganggap Net4ny*hu “lalai” dalam tugasnya dan bahwa dia terus melanjutkan genosida di Jalur Gaza demi tetap melanggengkan kekuasaannya.
Barak menjelaskan bahwa “Net4ny*hu menelantarkan para sandera di Gaza untuk memuaskan keinginan para ekstremis dalam pemerintahannya.”
Ia menambahkan, “Ia juga mengabaikan tentara cadangan demi para pengelak wajib militer,” merujuk pada orang-orang Yahudi ultra-Ortodoks yang menentang wajib militer.
Barak, yang menjabat sebagai perdana menteri dari tahun 1999 hingga 2001, menganggap Net4ny*hu “lalai dalam semua tugasnya” dan bahwa ia terus berjuang demi tetap melanggengkan kekuasaannya.
Perluasan Operasi Militer
Mengenai potensi perluasan operasi militer 1sr*el di Jalur Gaza, Barak yakin bahwa bahkan jika Net4ny*hu memperluas kampanye militernya, hal itu akan terus menambah isolasi terhadap 1sr*el dan meningkatkan kritik terhadapnya.
Ia melanjutkan, “Mungkin isolasi ini akan mengancam stabilitas Perjanjian Abraham dan, mungkin, stabilitas perjanjian damai di kemudian hari.”
Dengan mediasi pemerintahan Trump selama masa jabatan pertamanya, empat negara Arab—UEA, Bahrain, Sudan, dan Maroko—menandatangani perjanjian untuk menjalin hubungan diplomatik dengan 1sr*el pada tahun 2020, yang dikenal sebagai “Perjanjian Abraham.”
Trump berharap dapat memanfaatkan momentum perjanjian ini selama masa jabatan barunya, yang dimulai pada 20 Januari 2025.
Mantan Perdana Menteri 1sr*el itu menegaskan bahwa perluasan operasi militer di Gaza adalah sebuah “ketololan strategis no.1.”
Ia menambahkan, “Operasi ini tidak akan mencapai hasil nyata, dan ada keraguan besar bahwa operasi ini akan menghasilkan apa pun. Selain itu, operasi ini menempatkan nyawa sejumlah besar sandera yang masih hidup pada risiko besar, bahkan mungkin kematian.”
Tel Aviv memperkirakan ada 58 tahanan 1sr*el di Gaza, 20 diantaranya masih hidup. Sementara itu, lebih dari 9.900 warga Palestina mendekam di penjara-penjara Z10nis, mengalami penyiksaan, kelaparan, dan pengabaian medis, banyak diantaranya yang telah meninggal, menurut laporan media dan hak asasi manusia Palestina dan 1sr*el.
Pada awal Maret 2025, fase pertama perjanjian gencatan senjata dan pertukaran tahanan antara Hamas dan 1sr*el, yang mulai berlaku pada 19 Januari 2025, berakhir. Perjanjian tersebut ditengahi oleh Mesir dan Qatar dan didukung oleh Amerika Serikat, dan dipatuhi oleh pihak Palestina.
Namun, Net4ny*hu, yang merupakan buron Mahkamah Internasional, menghindari dimulainya fase kedua dan melanjutkan genosida di Jalur Gaza pada 18 Maret, mengabulkan kehendak faksi paling ekstrem dalam pemerintahan sayap kanannya, menurut media 1sr*el.
Selama empat hari terakhir, 1sr*el telah mengintensifkan genosida di Jalur Gaza, melakukan puluhan pembantaian mengerikan yang mengakibatkan kematian lebih dari 378 warga Palestina, menurut data dari Kementerian Kesehatan Gaza.
Eskalasi berdarah ini terjadi setelah Kabinet Keamanan 1sr*el menyetujui perluasan operasi genosida di Jalur Gaza dan pengaktifan rencana militer baru yang disebut “Gideon’s Wagons,” yang mencakup mobilisasi pasukan cadangan tambahan.
Sejak 7 Oktober 2023, 1sr*el, dengan dukungan Amerika, telah melakukan genosida terhadap warga Palestina di Gaza, ditambah dengan blokade yang mencekik yang telah menjerumuskan Jalur Gaza ke dalam situasi kemanusiaan yang sangat buruk (Aljazeera/1sr*eli Press/AnadoluAgency/Kho).