
Trump melontarkan gagasan untuk menggusur warga Gaza pada awal Februari (Reuters)
NBC News melaporkan pada hari Jumat (16/5/2025), mengutip lima sumber yang terpercaya, bahwa pemerintahan Presiden AS Donald Trump sedang menyusun rencana untuk memindahkan secara permanen hingga satu juta warga Palestina dari Jalur Gaza ke Libya.
Mengutip Al Jazeera Net pada 17 Mei 2025 jam 01:48 (waktu Mekah), bahwa Channel NBC News mengutip dua sumber terpercaya dan seorang mantan pejabat AS yang mengatakan bahwa rencana tersebut sedang dipertimbangkan secara serius, sampai-sampai Amerika Serikat telah membahasnya dengan para petinggi Libya.
Saluran tersebut menambahkan, mengutip tiga sumber yang sama, bahwa sebagai imbalan atas pemukiman kembali warga Palestina, pemerintah AS akan mencairkan dana miliaran dolar yang telah dibekukan Washington lebih dari 10 tahun lalu.
Presiden Trump sebelumya telah mengejutkan semua orang, termasuk banyak orang dalam pemerintahannya, pada awal Februari ketika, dalam pertemuannya dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih, ia mengusulkan pemindahan penduduk Gaza ke Mesir dan Yordania, dengan dalih “kemanusiaan.”
Usulan Trump untuk menggusur warga Gaza dengan dalih membangunnya kembali dan “mengubahnya menjadi resor pantai internasional di bawah kendali Amerika” menghidupkan kembali gagasan yang sebelumnya diusulkan oleh menantunya, Jared Kushner, setahun yang lalu.
Trump memberikan tekanan yang signifikan kepada Mesir dan Yordania untuk menerima usulan tersebut, dan tampak “yakin” bahwa mereka akan menerima gagasan untuk memukimkan kembali ratusan ribu orang yang mengungsi dari Gaza. Namun, Kairo dan Amman menolak untuk menyerah, meskipun menghadapi ancaman penangguhan bantuan AS senilai miliaran dolar.
Para analis percaya bahwa rencana Trump untuk menggusur warga Gaza sejauh ini telah gagal, atau sedang dalam proses menuju kegagalannya, karena pada dasarnya hal itu tidak realistis dan tidak dapat dilaksanakan karena beberapa alasan, terutama keberadaan “tembok penghalang” Arab, yang telah diungkapkan oleh Mesir dan Yordania secara individu, dan oleh negara-negara Arab secara kolektif, pada pertemuan puncak Kairo pada awal Maret (Aljazeera/NBC/Kho).