
Truk-truk bantuan kemanusiaan menumpuk di perlintasan Rafah karena penjajah menolak mengizinkan mereka memasuki Jalur Gaza (AFP)
Kantor Perdana Menteri negara Yahud1 Benj*min Net4ny4hu mengatakan kantor perdana menteri memutuskan untuk mengizinkan bantuan masuk ke Jalur Gaza berdasarkan rekomendasi militer untuk memperluas cakupan operasi militer.
Mengutip Al Jazeera Net tanggal 19 Mei 2025 jam 04:14 (waktu Mekkah), bahwa The Jerusalem Post mengutip seorang pejabat negara Yahud1 yang mengatakan bahwa masuknya bantuan ke Gaza adalah keputusan sementara selama sepekan sampai pusat-pusat distribusi selesai dibangun.
Pejabat negara Yahud1 tersebut menambahkan bahwa sebagian besar pusat distribusi bantuan akan berlokasi di Jalur Gaza selatan dan akan dikelola oleh militer dan perusahaan-perusahaan Amerika.
Radio Angkatan Darat negara Yahud1 juga mengutip sumber yang mengatakan bahwa konvoi bantuan pertama akan memasuki Gaza pada hari Senin, membawa makanan dan obat-obatan.
Axios mengutip pejabat negara Yahud1 yang mengatakan bahwa bantuan tersebut akan diangkut melalui beberapa organisasi internasional “hingga mekanisme bantuan yang baru akan mulai beroperasi pada tanggal 24 Mei.”
Menurut sumber Axios, bantuan tersebut meliputi pasokan makanan seperti tepung untuk toko roti yang dikelola oleh organisasi internasional dan obat-obatan untuk rumah sakit. Bantuan tersebut akan disalurkan melalui Program Pangan Dunia, World Central Kitchen, dan organisasi bantuan lainnya.
Dalam konteks ini, Channel 14 negara Yahud1 melaporkan bahwa keputusan untuk membawa bantuan kemanusiaan ke Gaza memicu perdebatan sengit selama rapat kabinet.
Saluran negara Yahud1 tersebut mengutip pernyataan kantor Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir yang mengatakan bahwa perdana menteri membuat kesalahan besar dengan memutuskan untuk membawa bantuan ke Gaza, dengan mencatat bahwa semua bantuan kemanusiaan yang masuk ke Jalur Gaza diduga untuk Hamas.
Otoritas Penyiaran negara Yahud1 melaporkan bahwa keputusan untuk melanjutkan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza dibuat tanpa pemungutan suara, meskipun ada tentangan dari Menteri Keuangan negara Yahud1 Bezalel Smotrich dan menteri lainnya.
Tekanan AS
Yedioth Ahronoth melaporkan bahwa para menteri yang menghadiri diskusi tentang membawa bantuan kemanusiaan ke Gaza percaya bahwa keputusan tersebut merupakan hasil tekanan AS.
Keputusan negara Yahud1 untuk mengizinkan bantuan masuk ke Gaza muncul beberapa jam setelah Steve Witkoff, utusan khusus presiden AS untuk Timur Tengah, menggambarkan kondisi di lapangan di Gaza sebagai sangat berbahaya.
Witkoff mengatakan kepada ABC News bahwa pemerintahan Trump tidak akan membiarkan krisis kemanusiaan berkembang di Gaza.
Witkoff menambahkan, “Saya tidak berpikir ada perbedaan antara posisi Presiden Trump dan Perdana Menteri Netanyahu. Masalahnya saat ini adalah bagaimana cara memasukkan semua truk bantuan ke Gaza. Kami mengirimkan dapur keliling dan truk berisi tepung, dan negara Yahud1 telah mengatakan mereka akan mengizinkan sejumlah besar truk ini masuk ke Gaza. Washington tidak ingin melihat krisis kemanusiaan di Gaza, dan tidak akan membiarkannya terjadi di era Presiden Trump.”
Perlombaan untuk Mencegah Kelaparan
Program Pangan Dunia (WFP) mengatakan bahwa analisis ketahanan pangan di Jalur Gaza menunjukkan bahwa mereka sedang berpacu dengan waktu untuk mencegah kelaparan.
WFP meminta masyarakat internasional untuk mengambil tindakan segera guna melanjutkan aliran bantuan.
WFP memperingatkan bahwa menunggu hingga terjadi kelaparan bisa dipastikan berarti terlambat bagi banyak orang di Jalur Gaza.
Sementara itu, Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) mengatakan bahwa anak-anak di Jalur Gaza menghadapi pemboman tanpa henti dan mereka tidak bisa memperoleh barang yang dibutuhkan, layanan, dan perawatan kesehatan dasar.
Organisasi tersebut menjelaskan bahwa situasi telah memburuk lebih lanjut selama dua bulan terakhir karena blokade yang diberlakukan terhadap masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.
Olga Cherevko, juru bicara Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan di Gaza, juga menyerukan agar gerbang perbatasan segera dibuka.
Dalam wawancara dengan Al Jazeera, Cherevko menggambarkan kondisi yang dihadapi warga sipil di sana sebagai mengerikan dan tidak dapat dipercaya, dan bahwa orang-orang dibiarkan mati di tengah runtuhnya fasilitas layanan kesehatan.
Sikap Internasional
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres mengatakan ada kebutuhan untuk gencatan senjata permanen di Jalur Gaza, pembebasan tanpa syarat semua tahanan, dan aliran bantuan secara bebas.
Ia menambahkan, “Tidak ada yang membenarkan serangan Hamas yang mengerikan pada 7 Oktober dan tidak ada yang membenarkan hukuman kolektif terhadap rakyat Palestina.”
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Turki menggambarkan perluasan serangan negara Yahud1 terhadap Gaza sebagai upaya melemahkan bagi memastikan perdamaian dan stabilitas dan sebagai bukti bahwa Tel Aviv tidak bermaksud untuk mencapai perdamaian abadi.
Ankara menegaskan kembali seruannya untuk segera menghentikan operasi militer dan izin untuk mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza.
Kementerian Luar Negeri Turki meminta masyarakat internasional untuk mengambil tindakan yang konsisten dengan kewajiban hukum dan kemanusiaannya.
Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noël Barrot mengatakan bahwa negara Yahud1 akhirnya mengumumkan dimulainya kembali pengiriman bantuan ke Jalur Gaza setelah tiga bulan upaya diplomatik.
Ia menekankan bahwa bantuan kemanusiaan di Gaza harus segera, meluas, dan tanpa hambatan.
Ia menambahkan, “Bantuan harus mampu mengakhiri situasi kemanusiaan yang mengerikan di Jalur Gaza dan mengakhiri ancaman kelaparan secara definitif.”
Bersamaan dengan blokade yang mencekik, negara Yahud1 melakukan pemboman udara dan artileri sepanjang waktu terhadap desa-desa permukiman warga masyarakat dan fasilitas sipil, yang mengakibatkan banyak korban berjatuhan setiap hari.
Dengan dukungan Amerika, negara Yahud1 telah melakukan kejahatan genosida di Gaza sejak 7 Oktober 2023, yang menyebabkan sekitar 174.000 warga Palestina syahid dan cedera, sebagian besar dari mereka adalah anak-anak dan wanita, dan lebih dari 11.000 orang dinyatakan hilang (Aljazeera/kantorberita/medianegarayahud1Kho).