
PM Negara Yahudi Benj*min Net*nyahu dari dalam terowongan (Al Jazeera)
Dalam sebuah adegan yang memicu banyak kemarahan dan kontroversi, Perdana Menteri negara Zionis Benjamin Netanyahu (buron Mahkamah Pidana Internasional) merilis sebuah video yang direkam di dalam terowongan besar yang digali di bawah Masjid Al-Aqsa, membentang dari daerah Silwan hingga tepat di bawah masjid.
Mengutip laporan Bashar Abu Zekri kepada Al Jazeera Net tanggal 27 Mei 2025 jam 12:32 (waktu Mekah), bahwa dalam pidatonya dari dalam terowongan, Netanyahu mengklaim bahwa “Al-Quds akan tetap menjadi ibu kota abadi negara Zionis,” dan menekankan bahwa ia akan meminta negara-negara di seluruh dunia untuk mengakuinya dan memindahkan kedutaan mereka ke sana.
Menurut para pengguna daring, adegan ini menggambarkan besarnya pelanggaran dan agresi terang-terangan terhadap situs suci Umat Islam. Masjid Al-Aqsa yang diberkati dan Kota Tua Al-Quds yang dijajah menyaksikan eskalasi berbahaya oleh ratusan pemukim, yang dilindungi oleh pasukan penjajah, bertepatan dengan peringatan 58 tahun penjajahan kota tersebut.
Banyak yang memandang kemunculannya dari dalam terowongan sebagai upaya untuk memaksakan realitas Yahudisasi baru di Al-Quds, di tengah kebisuan memalukan pihak Arab dan internasional.
Ratusan pemukim juga berkumpul di Lapangan Bab al-Amud di Al-Quds untuk melakukan apa yang disebut “pawai bendera,” di mana mereka menari dengan provokatif, melambaikan bendera negara Zionis, dan meneriakkan slogan-slogan rasis seperti “Matilah orang Arab” dan “Mari kita ratakan Gaza dengan tanah.”
Selain pawai, ribuan pemukim menyerbu Kota Tua, dan jumlah pemukim yang menyerbu kompleks Masjid Al-Aqsa mencapai lebih dari 2.090, menurut apa yang didokumentasikan oleh Departemen Wakaf Islam.
Penggerebekan itu melibatkan pejabat terkemuka, termasuk Menteri Keamanan Nasional yang ekstrem, Itamar Ben-Gvir, Menteri Negev dan Galilea, Yitzhak Wasserlauf, dan beberapa anggota Knesset dari partai Likud, Kekuatan Yahudi, dan Zionisme Religius.
Para aktivis meyakini terowongan ini merupakan salah satu proyek Yahudisasi yang paling berbahaya, karena menimbulkan ancaman langsung terhadap pondasi Masjid Al-Aqsa. Mereka menegaskan bahwa penggalian tersebut telah berlangsung selama bertahun-tahun dengan dalih “mencari peninggalan Temple Mount ilusi,” tanpa bukti sejarah apa pun yang membuktikan keberadaannya.
Sementara yang lain menyatakan bahwa kemunculan Netanyahu dari dalam terowongan besar ini, pada peringatan penjajah Al-Quds tahun 1967, bukanlah suatu kebetulan, melainkan sebuah pesan simbolis yang dipikirkan secara matang dan ditujukan untuk mengkonsolidasikan kendali negara Zionis atas segala sesuatu di atas dan di bawah tanah.
Beberapa blogger mengomentari bahwa Netanyahu tidak muncul dari tempat yang acak, melainkan dari kedalaman konflik dan waktu; Dari dalam terowongan di bawah Al-Aqsa, tempat propaganda politik bersinggungan dengan dominasi simbolis dan pelanggaran spasial.
Salah satu dari mereka menulis: “Penggalian di bawah masjid telah berlangsung selama bertahun-tahun, dan semua yang ditemukan sejauh ini memungkiri klaim mereka.”
Sementara yang lain bertanya-tanya, “Mengapa orang-orang Arab menuntut agar perlawanan di Gaza menutup terowongan-terowongannya yang melindungi rakyat, sementara tidak seorang pun membicarakan tentang terowongan-terowongan yang digali di bawah Masjid Al-Aqsa?”
Para aktivis menekankan bahwa kemunculan Netanyahu pada peringatan ini merupakan upaya untuk membentuk kembali kesadaran budaya dan sejarah Al-Quds dan memaksakan narasi Zionis dengan mengorbankan kebenaran Islam dan sejarah tempat itu.
Spanduk Provokatif dan Pesan Berbahaya
Dalam konteks yang sama, para blogger menganggap ratusan pemukim yang mengangkat spanduk di Lapangan Bab al-Amoud di Al-Quds untuk memperingati hari jadi penjajah Al-Quds, seperti: “1967: Al-Quds dalam genggaman kami,” “2025: Gaza dalam genggaman kami,” dan “Tanpa Nakba, tidak ada kemenangan.” Semua spanduk ini dianggap sebagai pesan simbolis berbahaya yang mengungkap niat penjajah di masa mendatang, terutama bersamaan dengan mulai terhapusnya garis merah dan pelanggaran yang semakin berani.
Mereka menunjukkan bahwa apa yang terjadi saat ini merupakan akibat dari tidak adanya tindakan yang sudah berlangsung lama. Para pejabat dan pemukim, yang sebelumnya dilarang naik ke Al-Aqsa dan menjalankan ritual keagamaan, kini bebas berbuat sesuka mereka tanpa akuntabilitas atau pengawasan, jika tidak ada tindakan negara-negara Arab dan sekadar dikeluarkannya pernyataan kecaman.
Kemunculan anggota Knesset Tzipi Sukkot dari partai Zionisme Religius, yang melambaikan bendera negara Zionis dan berkata, “Temple Mount ada di tangan kita,” memicu kekhawatiran besar di kalangan pengamat dan aktivis, yang melihatnya sebagai perubahan kualitatif dalam proyek Zionis untuk meyahudikan Al-Quds.
Seorang aktivis bertanya, “Apakah Muhammad bin Abdullah telah meninggal, seperti yang diklaim para teroris ini? Dan apakah Masjid Al-Aqsa telah di-Yahudikan dan masalahnya telah selesai?”
Yang lain berkomentar dengan sedih: “Al-Quds menderita dalam diam, dan penjajah tengah melakukan operasi Yahudisasi yang berbahaya yang tidak boleh luput dari perhatian.”(Al Jazeera+mediasosial/Kho).