
Penangkapan Murad Al-Adayleh terjadi dua bulan setelah keputusan pemerintah untuk melarang Ikhwanul Muslimin di Yordania (media sosial), foto diambil dari situs Al Jazeera Net
Pihak berwenang Yordania menangkap Muraqib ‘Aam Ikhwanul Muslimin di Yordania, Insinyur Murad Abdul Hamid al-Adayleh, dua bulan setelah keputusan pelarangan jamaah itu di Yordania, demikian dilansir oleh situs Al Jazeera Net pada 23 Juni 2025 | Terakhir diperbarui: 15:03 (Waktu Makkah).
Menurut media Yordania, jaksa penuntut umum Pengadilan Keamanan Negara memanggil al-Adayleh “karena ia adalah pejabat tinggi dalam Ikhwanul Muslimin yang dilarang, yang beroperasi secara ilegal.”
Media melaporkan bahwa penyelidikan yang dilakukan oleh otoritas terkait terhadap kasus “dana jamaah” tersebut menghasilkan “pembuktian dan pengakuan terkait pengelolaan jaringan keuangan dengan perluasan luar negeri.”
Mereka menambahkan bahwa otoritas terkait “menyita dokumen dan menyita barang-barang yang ditemukan di dalam markas besar tempat jamaah terlarang itu berada, yang menunjukkan adanya pengumpulan dan penggunaan dana secara ilegal untuk tujuan terlarang,” menurut media Yordania.
Al-Adayleh, 60 tahun, adalah tokoh Ikhwanul Muslimin berpangkat tertinggi yang ditangkap menyusul keputusan tersebut, dan Muraqib ‘Aam pertama jamaah tersebut yang ditangkap sejak didirikannya di Yordania. Ia berasal dari kota Karak di Yordania selatan.
Perlu dicatat bahwa Dewan Syura Ikhwanul Muslimin di Yordania memilih Al-Adayleh sebagai Muraqib ‘Aam kelompok tersebut pada bulan Mei 2024, menggantikan mantan Muraqib ‘Aam, Abdul Hamid Thunaibat.
Selasa lalu, otoritas Yordania membebaskan Jamil Abdul Karim Abu Bakr, Wakil Sekretaris Jenderal Pertama Partai Front Aksi Islam di Yordania, sehari setelah penangkapannya. Ia sedang dalam perjalanan ke markas besar partai di distrik Abdali di ibu kota Yordania, Amman, untuk menghadiri rapat partai.
Langkah ini dilakukan sekitar dua bulan setelah keputusan untuk melarang Ikhwanul Muslimin di Yordania. Abu Bakr dianggap sebagai anggota aliran “merpati” dalam jamaah tersebut dan dikenal karena posisi moderatnya.
Sejak pelarangan tersebut, pemerintah telah dengan cepat menyita aset bergerak dan tidak bergerak milik jamaah tersebut dan telah menekankan bahwa berurusan dengan jamaah tersebut melalui media atau platform media sosial tunduk pada akuntabilitas hukum.