
Foto tangkapan layar Al Jazeera
Sementara semua mata tertuju pada Doha, yang menjadi tuan rumah perundingan tidak langsung antara Kelompok Perlawanan Palestina dan negara Zionis mengenai kemungkinan kesepakatan di Gaza, Perdana Menteri negara Zionis Benjamin Netanyahu bersikeras untuk tetap berada di poros Morag dan berupaya menjadikan syarat ini sebagai isu fundamental dan sentral dalam negosiasi, demikian seperti dilansir Al Jazeera pada 9 Juli 2025 jam 16:22 (waktu Makkah).
Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, mengumumkan bahwa hambatan yang menghalangi kesepakatan tersebut adalah penarikan negara Zionis dari poros Morag, yang memisahkan kota Khan Yunis dan Rafah di Jalur Gaza selatan.
Surat kabar negara Zionis, Yedioth Ahronoth, juga mengungkapkan bahwa terdapat satu ketidaksepakatan yang belum terselesaikan dalam negosiasi terkait penarikan negara Zionis dari Jalur Gaza. Tel Aviv bersikeras untuk tetap berada di poros Morag, sementara kelompok perlawanan menuntut penarikan penuh.
Pemimpin oposisi negara Zionis, Yair Lapid, mengkritik komitmen Netanyahu terhadap poros Morag, mempertanyakan apakah poros tersebut tiba-tiba menjadi landasan kelangsungan hidup negara Zionis, yang sebelumnya telah memutuskan untuk mempertahankan poros tunggal antara Rafah dan Khan Yunis. Ia menuduh Netanyahu menghalangi tercapainya kesepakatan, dengan menyatakan bahwa mencapai kesepakatan dan mengakhiri perang akan menjadi keuntungan bagi negara Zionis karena perang tersebut tidak lagi bermanfaat bagi negara Zionis.
Dalam konteks yang sama, koresponden Al Jazeera Najwan Samri mengatakan bahwa Netanyahu (buron Mahkamah Pidana Internasional) telah menjadikan poros Morag sebagai hambatan utama bagi kemajuan negosiasi. Hal ini, ujarnya, telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan pengamat bahwa Netanyahu menambah hambatan baru untuk tujuan yang tidak jelas.
Sementara itu, koresponden Al Jazeera Salam Khader mengaitkan desakan negara Zionis untuk mempertahankan tentaranya di poros Morag dengan fakta bahwa hal ini akan menjamin keberlanjutan keberadaan “Yayasan Kemanusiaan Gaza”, yang mendistribusikan bantuan di tiga titik di sebelah barat Rafah.
Jika negara Zionis bersikeras mempertahankan keberadaannya di poros Philadelphia, menurut Salam, ini berarti bahwa perlintasan Rafah tidak akan dibuka, dan distribusi bantuan kepada warga Gaza akan dilanjutkan melalui poros Kerem Shalom.
Gerakan Perlawanan Islam (Ham4s), di sisi lain, bersikeras agar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diberikan tanggung jawab bagi pengiriman bantuan untuk Palestina dan dibukanya gerbang perbatasan Rafah. Ham4s telah menegaskan komitmennya terhadap peran PBB dalam mendistribusikan bantuan, dengan menyatakan bahwa Ham4s menganggap segala upaya untuk mengabaikan atau meminggirkan peran ini sebagai praktik berbahaya.
Sejak awal operasinya di Jalur Gaza pada akhir Mei 2025, pusat-pusat distribusi bantuan Amerika dan negara Zionis telah menyaksikan pembunuhan dan penargetan warga Gaza yang kelaparan hampir setiap hari, dengan pasukan negara Zionis menggunakan peluru artileri, rudal pengintai, dan, terkadang, drone untuk menembakkan peluru peledak.
Tanggapan Kaum Kanan
Menurut akademisi dan pakar urusan negara Zionis, Dr. Mahmoud Yazbak, syarat yang ditegaskan Netanyahu terkait poros Morag menegaskan kepatuhan mutlaknya terhadap kaum ekstrem kanan. Ia menunjukkan bahwa Menteri Keuangan Bezalel Smotrich adalah orang yang menetapkan syarat ini, yang bertujuan untuk memindahkan—dalam waktu 60 hari sejak gencatan senjata, jika terjadi—sekitar 600.000 warga Palestina ke wilayah antara Koridor Philadelphia dan poros Morag untuk menyiapkan kamp penahanan besar di Gaza, yang membuka jalan bagi pengusiran warga Palestina dari Gaza.
Yang dipahami dari berpegang teguhnya Netanyahu pada syarat Morag, sementara ia menegaskan bahwa ia menginginkan kesepakatan, adalah bahwa ia menginginkan kesepakatan gratis yang akan mengembalikan para tahanan kepadanya, setelah itu ia dapat menyelesaikan rencananya, yang intinya adalah mengubah Rafah menjadi kamp penahanan besar dan memastikan kontrol keamanan negara Zionis atas Jalur Gaza, sebagaimana dijelaskan oleh penulis dan analis politik Ahmed al-Tanani dalam sebuah analisis di Al Jazeera.
Ketika Netanyahu mengumumkan peresmian Koridor Morag, ia menyebutnya sebagai Koridor Philadelphia 2. Oleh karena itu, ia ingin koridor ini menjadi garis perbatasan baru bagi Gaza, yang secara efektif menghapus seluruh kota Rafah dari geografi Palestina. Namun, Al-Tanani melanjutkan, Perlawanan Palestina tidak mungkin menerima realitas yang ingin dibangun oleh penjajah.