
Foto Quds Press
Setelah absen lebih dari empat bulan, juru bicara militer Brigade Al-Qa554m, Abu Ubaidah, kembali dengan pidato yang menyampaikan pesan yang melampaui dimensi media ke dimensi lapangan dan strategis yang lebih dalam. Pidato ini disampaikan di saat yang sangat sensitif dalam konteks perang yang sedang berlangsung di Gaza, ungkap Saifuddin Bakir kepada kantor berita Quds Press pada 18 Juli 2025 jam 22:14.
Para analis menganggap pidato tersebut sebagai titik balik dalam konfrontasi, terutama karena pidato tersebut disampaikan setelah fase pengepungan yang keras, kelaparan, dan kehancuran yang meluas akibat eskalasi negara Zionis yang belum pernah terjadi sebelumnya di Jalur Gaza.
Meskipun perubahan fisik yang jelas pada penampilannya menarik perhatian para pengamat, kata-katanya sarat dengan konotasi yang mendalam, mencerminkan keteguhan perlawanan dan kesiapannya untuk memetakan arah fase baru konflik.
Implikasi Berlapis
Pakar militer dan strategi Nidal Abu Zeid mengatakan bahwa kemunculan Abu Ubaidah, juru bicara militer Brigade Al-Al-Qa554m, baru-baru ini adalah yang pertama dalam empat bulan dan 16 hari sejak pidato sebelumnya pada 6 Maret, awal Ramadhan. Ia menambahkan bahwa “perubahan tersebut terlihat jelas dari penampilan fisiknya, karena ia tampak lebih kurus dibandingkan penampilan terakhirnya, yang mungkin mencerminkan kondisi lapangan yang keras.”
Abu Zeid menjelaskan dalam sebuah wawancara dengan Quds Press bahwa “pidato Abu Ubaidah membawa implikasi berlapis, karena tampaknya meningkatkan standar konfrontasi dengan mengubah isu tentara yang ditangkap dari sekadar kartu tekanan media menjadi opsi strategis, dan sebuah pesan yang jelas bahwa perlawanan siap untuk perang atrisi yang panjang jika negosiasi yang sedang berlangsung gagal.”
Ia menilai bahwa “pergeseran ini memaksa penjajah untuk merekayasa ulang keputusan militernya, yang dapat tercermin dalam kelambatan dan kebingungan dalam operasi lapangannya.”
Ia menunjukkan bahwa “salah satu konsep paling menonjol yang disampaikan dalam pidato tersebut adalah ‘pertempuran waktu’, yang telah lama diandalkan oleh penjajah, tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa hal itu telah menjadi pertempuran yang menguras tenaga penjajah alih-alih menguntungkannya.”
Abu Zeid juga mengomentari “kereta Gideon”, dengan mengatakan bahwa “referensi tentang operasi itu dalam pidato Abu Ubaida menegaskan bahwa itu lebih merupakan ‘sensasi media’ daripada aset militer yang sesungguhnya,” dan menambahkan bahwa kereta-kereta (kendaraan) ini, menurutnya, “sudah mulai memakan dirinya sendiri.”
Mengobarkan Semangat Umat
Sementara itu, penulis dan analis politik Muhammad Al-Qiq berpendapat bahwa “pidato Abu Ubaida membawa seruan untuk menghidupkan kembali semangat nasionalisme dan perlawanan, serta memperbarui energi mobilisasi di jalan-jalan Palestina, Arab, dan internasional.” Ia menekankan bahwa “pesan tersebut ditujukan langsung kepada rakyat dan parlemen Arab, menyerukan mereka untuk mengambil tindakan serius dan bertanggung jawab.”
Al-Qiq mengkonfirmasi kepada Quds Press bahwa “Abu Ubaidah memberi waktu sekitar 21 bulan kepada kekuatan-kekuatan nasional dan partisan—termasuk kaum Islamis, kaum kiri, dan sekuler, serta serikat pekerja dan organisasi—untuk mengatur urusan mereka dan mengevaluasi kinerja mereka. Namun, pidato tersebut menunjukkan bahwa waktu untuk menunggu telah berakhir, dan stagnasi yang berkelanjutan serta pengulangan perangkat dan cara tradisional untuk mengekspresikan posisi mereka tidak lagi dapat diterima—dari perspektif perlawanan.”
Ia menambahkan, “medan ini sangat luas dan membutuhkan pemain-pemain utama, baik di lapangan maupun dalam kerja politik dan perlawanan di tingkat nasional,” seraya menekankan bahwa “pesan Abu Al-Qa554m jelas: perlawanan akan tetap ada dan bertahan, tetapi tidak dapat mentoleransi keteguhannya yang hanya disambut dengan kebisuan negara-negara Arab yang mematikan.”
Al-Qiq menyimpulkan dengan mengatakan, “Tuduhan yang terkandung dalam pidato tersebut bukan berasal dari posisi mencela, melainkan lebih merupakan ajakan bagi umat beriman untuk berperang, dan seruan kepada bangsa Arab untuk mencegah ekspansi negara Zionis yang mengancam keamanan nasional mereka, terutama mengingat apa yang sedang terjadi di Lebanon dan Suriah.”
Sejak 7 Oktober 2023, dengan dukungan Amerika, negara Zionis telah melakukan genosida di Jalur Gaza, termasuk pembunuhan, kelaparan, penghancuran, dan pengungsian, mengabaikan seruan dan perintah internasional dari Mahkamah Internasional untuk menghentikannya.