
FILE PHOTO: An exterior view of the International Criminal Court in the Hague, Netherlands, March 31, 2021. REUTERS/Piroschka van de Wouw/File Photo/File Photo
Pengadilan Kriminal Internasional di Den Haag (ICC) telah mengeluarkan putusan yang melarang publikasi pengumuman apa pun di masa mendatang terkait surat perintah penangkapan baru dalam arsip pengadilan.
Mengutip Quds Press, putusan tersebut, yang diungkapkan tadi malam (Selasa) oleh surat kabar Inggris The Guardian, telah meningkatkan ketakutan di negara penjajah bahwa jaksa Karim Khan mungkin berusaha mengeluarkan surat perintah rahasia terhadap para pejabat Israel baru tanpa sepengetahuan mereka, kecuali saat mereka tiba di negara-negara anggota pengadilan ICC.
Putusan tersebut, yang diterbitkan bulan ini secara penuh rahasia, melarang Khan membuat pernyataan publik apa pun tentang pengajuannya atas surat perintah penangkapan atau niatnya untuk mengajukannya.
Menurut The Guardian, hal ini terjadi saat Khan tengah mempersiapkan babak baru dakwaan terhadap warga Israel yang diduga melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Khan telah memicu badai di negara penjajah ketika ia menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Galant, yang mendorong Amerika Serikat untuk menjatuhkan sanksi kepadanya dan beberapa hakim pengadilan.
Keputusan terbaru untuk merahasiakan pengumuman muncul di tengah meningkatnya ketegangan antara Khan dan hakim pengadilan atas gaya terang-terangannya, yang berbeda dari pendekatan pendahulunya yang lebih pendiam.
Dalam beberapa bulan terakhir, Khan telah mengumumkan surat perintah penangkapan untuk komandan militer Myanmar, pemimpin Taliban, dan kepala hakim Afghanistan, selain menyatakan niatnya di Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menangkap tersangka kejahatan perang di Darfur, Sudan.
Pada hari Senin (28/4/2025), Mahkamah Internasional (ICJ) membuka sidang selama sepekan untuk meninjau kewajiban kemanusiaan Israel terhadap Palestina, lebih dari lima puluh hari setelah memberlakukan blokade menyeluruh terhadap masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza yang dilanda perang.
Pada dini hari tanggal 18 Maret 2025, penjajah Israel melanjutkan agresinya dan memperketat blokade Jalur Gaza, menyusul penghentian selama dua bulan berdasarkan perjanjian gencatan senjata yang mulai berlaku pada tanggal 19 Januari. Namun, penjajah melanggar ketentuan perjanjian tersebut selama masa gencatan senjata.
Dengan dukungan Amerika dan Eropa, negara penjajah telah melakukan genosida di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023, yang mengakibatkan lebih dari 170.000 warga Palestina yang syahid dan cedera, sebagian besar dari mereka adalah anak-anak dan wanita, selain lebih dari 14.000 orang hilang (QudsPress/Kho).
Sumber: