
Foto Kantor Berita Quds Press
Keluarga Abdullah Barghouti, yang ditahan di penjara Israel, mengatakan pada hari Jumat (2/5/2025) bahwa ia mengalami luka dan patah tulang akibat penyiksaan brutal yang dialaminya di penjara Israel.
Muhammad Barghouti, saudara Abdullah, mengatakan, “Pengacara yang dapat mengunjunginya terkejut dengan metode penyiksaan yang dialaminya, termasuk pemukulan selama berjam-jam.”
Ia menambahkan, “Abdullah mengalami penyiksaan yang tak terlukiskan, dan ia menderita patah tulang serta cedera di sekujur tubuhnya, terutama bagian tulang rusuknya.”
Ia menjelaskan bahwa Abdullah “tidak dapat tidur karena tulangnya yang patah dan luka-luka di sekujur tubuhnya, dimana rekan-rekan di dalam penjaranya tidak menemukan sesuatupun untuk bisa mensterilkan luka-lukanya.”
Ia juga memperingatkan bahwa saudaranya menjadi sasaran penyiksaan psikologis oleh sipir penjara, menyerukan agar nyawanya diselamatkan dan agar para tahanan diberikan perawatan medis.
Kantor Informasi Tahanan mengungkapkan rincian mengerikan pada hari Selasa tentang kondisi kritis tahanan Abdullah Barghouthi di penjara Israel dan adanya upaya untuk menghabisinya.
Kantor Informasi Tahanan mengkonfirmasi dalam sebuah pernyataan bahwa “pemimpin tahanan Abdullah Barghouthi menghadapi upaya pembunuhan sistematis di dalam Penjara Gilboa Israel, di mana kesehatannya telah mencapai tahap kritis yang secara langsung mengancam nyawanya.”
.
Kantor tersebut mengatakan bahwa informasi tersebut menunjukkan bahwa Abdullah Barghouthi “dipukuli dengan kejam, sampai-sampai tubuhnya dipenuhi bintik-bintik biru, kepalanya dipenuhi gumpalan darah, matanya bengkak, dan tulang rusuknya patah, membuatnya tidak bisa tidur.”
Ditambahkan bahwa “unit penindakan menyerbu selnya di bawah komando seorang petugas bernama Amir, di mana ia dipukuli hingga sekitar setengah liter darah mengalir dari tubuhnya setiap kali.”
Ia melanjutkan, “Setelah pemukulan berakhir, anjing-anjing dibawa masuk untuk melahap tubuhnya yang berlumuran darah,” dan petugas memerintahkan, “Bawa anjing-anjing itu untuk bermain dengannya.”
Sejak dimulainya perang genosida di Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023, para tahanan di penjara Israel telah memasuki fase yang digambarkan sebagai yang paling berdarah dalam sejarah pergerakan para tahanan. Otoritas penjajah telah dengan sengaja menyiksa mereka secara sistematis, yang menyebabkan kematian lebih dari 60 tahanan sejak dimulainya agresi di Gaza.
Pasukan penjajah Israel, dengan dukungan penuh Amerika, telah melanjutkan agresi mereka di Jalur Gaza melalui darat, laut, dan udara sejak 7 Oktober 2023, yang mengakibatkan syahidnya dan cedera lebih dari 170.000 warga Palestina, menurut data jumlah korban sementara, dengan ribuan korban masih tertimbun reruntuhan.(QudsPress/Kho)
Sumber: