
Foto Al Jazeera Net
Dalam langkah mengejutkan yang mengubah politik regional, Presiden AS Donald Trump mengumumkan pencabutan semua sanksi yang dijatuhkan pada Suriah selama kunjungannya ke Arab Saudi pada 13 Mei 2025. Keputusan ini, menurut para pengamat merupakan titik balik yang tak terduga dalam pendekatan AS setelah bertahun-tahun kebijakan keterasingan dan sanksi berat.
’Mengutip Hassan Al-Shaghel dalam artikelnya yang diterbitkan Al Jazeerah Netpada tanggal 15 Mei 2025, bahwa pergeseran ini—hasil dari upaya diplomatik regional yang dipimpin oleh Arab Saudi, Qatar, dan Turki—bukan sekadar keputusan sepihak. Sebaliknya, hal ini mencerminkan perubahan dalam iklim politik regional dan internasional serta keinginan untuk mengintegrasikan kembali Suriah ke dalam sistem internasional setelah lebih dari satu dekade terisolasi.
1- Dukungan Regional
Kunjungan Trump ke Riyadh mencakup pertemuan tingkat tinggi dengan para pemimpin Teluk, dan pertemuan bersejarah dengan Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa merupakan salah satu sorotan kunjungan tersebut.
Pengumuman pencabutan sanksi merupakan indikasi yang jelas bahwa lembaran baru sedang dibuka antara Washington dan Damaskus.
Keputusan tersebut bertepatan dengan seruan berulang kali dari Arab Saudi, Qatar, dan Uni Eropa untuk meninjau sanksi yang dijatuhkan kepada Suriah, dengan tujuan memfasilitasi proses rekonstruksi, sekaligus menegaskan rasa hormat mereka terhadap persatuan dan kedaulatan Suriah.
Meskipun keputusan AS tersebut merupakan preseden dalam hubungan antara kedua negara, waktu dan sifat aktivitas diplomatik yang menyertainya menunjukkan adanya pergeseran strategis yang lebih besar di kawasan tersebut.
2- Implikasi Ekonomi Langsung
Sanksi yang dijatuhkan kepada Suriah selama beberapa dekade terakhir merupakan salah satu tantangan paling signifikan yang dihadapi oleh pemerintahan baru Suriah yang dipimpin oleh Presiden Ahmed al-Sharaa setelah jatuhnya rezim sebelumnya, khususnya dalam hal menghambat ekonomi dan mencegah aliran investasi.
Dr. Yahya al-Sayyid Omar mengatakan kepada Al Jazeera Net bahwa pencabutan sanksi membuka jalan bagi dimulainya kembali hubungan ekonomi Suriah dengan kawasan dan dunia, yang pada gilirannya akan merangsang perdagangan luar negeri, melepaskan aset Suriah yang dibekukan di luar negeri, dan memungkinkan perusahaan asing kembali berinvestasi di negara tersebut.
al-Sayyid Omar menambahkan bahwa keputusan tersebut berdampak langsung pada nilai tukar Lira Suriah, yang pulih lebih dari 16% nilainya dalam hitungan jam. Perbaikan ini diperkirakan akan terus berlanjut, terutama mengingat adanya arus masuk dolar dalam jumlah besar ke pasar Suriah dan Bank Sentral.
Ia juga menunjukkan bahwa rekonstruksi telah menjadi mungkin setelah pencabutan sanksi, karena perusahaan asing diharapkan memasuki sektor-sektor vital seperti pengembangan real estat, energi, transportasi, pendidikan, dan lainnya dalam beberapa bulan.
Sementara itu, peneliti ekonomi Abdul Azim Maghribel percaya bahwa keputusan untuk mencabut sanksi merupakan gerbang sejati menuju perubahan struktural dalam ekonomi Suriah. Ia menjelaskan bahwa pelonggaran pembatasan pada sektor-sektor strategis seperti energi, perbankan, dan transportasi memulihkan “oksigen” ke ekonomi yang melemah dan menciptakan lapangan kerja baru, yang akan meningkatkan produk domestik bruto, meningkatkan standar hidup, dan mengurangi kesenjangan sosial.
3- Dampak Langsung Terhadap Stabilitas dalam Negeri
Dalam prediksi dampak politik dan sosial dari keputusan tersebut, Profesor Basil Haffar, Direktur Pusat Studi dan Konsultasi Politik Edrak, mengatakan kepada Al Jazeera Net bahwa pencabutan sanksi akan memberi rezim di Damaskus kemampuan ekonomi yang akan membantunya terlibat dengan komunitas Suriah yang belum bergabung dengan negara, khususnya di Suriah timur laut dan Kegubernuran Sweida.
Ia menunjukkan bahwa memungkinkan rezim untuk memberikan solusi ekonomi ke wilayah di luar kendalinya dapat menjadi daya tarik dan berkontribusi untuk memperkuat persatuan nasional di tanah air.
Adapun Peneliti Magharbel memandang bahwa pemulihan ekonomi apa pun akan menghasilkan stabilitas sosial bertahap, dengan tersedianya lapangan kerja dan peningkatan pendapatan, yang akan mengurangi kebutuhan untuk bermigrasi dan melemahkan ekonomi paralel/ gelap dan penyelundupan. Ia percaya hal ini akan berkontribusi untuk memperkuat nilai-nilai produksi, kepemilikan, dan kepercayaan, dan mengarah pada pergeseran wacana masyarakat dari permusuhan menjadi kemitraan.
Ia menambahkan bahwa transformasi ekonomi ini akan berdampak psikologis yang signifikan, karena warga negara akan merasakan kehidupan mereka membaik, sehingga menciptakan insentif nyata untuk melindungi stabilitas, bukan merusaknya. Hal ini dapat membuka jalan bagi perdamaian sipil yang berkelanjutan berdasarkan pemberdayaan ekonomi dan keadilan sosial, bukan gencatan senjata sementara.
4- Membangun Kembali Negara dan Aparat Keamanannya
Dari perspektif keamanan, Profesor Basil Haffar menegaskan bahwa pencabutan sanksi akan membantu mendukung stabilitas internal dengan membangun kembali lembaga negara dan badan keamanan, berdasarkan doktrin keamanan baru.
Magharbel menjelaskan bahwa meredakan tekanan ekonomi akan membatasi fenomena keamanan negatif seperti gelombang pengungsi dan penyelundupan manusia, narkoba, dan senjata, yang merupakan konsekuensi alami dari runtuhnya ekonomi Suriah.
Ia menambahkan bahwa menciptakan lapangan kerja dan menyediakan kehidupan yang layak di dalam negeri akan mengurangi keterlibatan pemuda dalam kegiatan ini dan memulihkan keseimbangan pada tatanan sosial.
5- Keterbukaan terhadap Lingkungan Regional
Dari perspektif geopolitik, Profesor Haffar menjelaskan bahwa pencabutan sanksi termasuk dalam kerangka reposisi regional dan internasional Suriah, dan bahwa keterbukaan Amerika—dan sebelumnya Eropa—merupakan bagian dari redistribusi peran dan aliansi di kawasan tersebut.
Ia yakin bahwa Suriah kini mampu memanfaatkan posisi geografisnya sebagai koridor perdagangan penting antara Turki, negara-negara Teluk, dan Eropa, sehingga memberinya nilai strategis baru.
Peneliti Magharbel menegaskan bahwa mencabut sanksi akan memfasilitasi pemulangan bertahap para pengungsi Suriah dari negara-negara tetangga, seperti Lebanon, Turki, dan Irak, sehingga meringankan beban negara-negara tersebut dan mengurangi gesekan antara pengungsi dan masyarakat tuan rumah.
Ia juga menjelaskan bahwa stabilitas di Suriah berkurangnya kemungkinan meletusnya konflik perbatasan dan membuka jalan bagi kemitraan ekonomi baru di sektor energi, transportasi, dan rekonstruksi, yang mengubah Suriah dari titik api konflik menjadi faktor stabilitas regional.
Menuju Awal Baru bagi Suriah dan Kawasan
Berdasarkan hal di atas, tampak jelas bahwa keputusan untuk mencabut sanksi terhadap Suriah bukan sekadar langkah ekonomi atau politik yang berdiri sendiri, tetapi merupakan momen penting dalam lintasan negara dan kawasan tersebut. Keputusan ini telah membuka kembali pintu untuk merevitalisasi ekonomi nasional, merangsang investasi, dan mencapai stabilitas sosial. Keputusan ini juga telah memberi otoritas berbagai perangkat baru untuk membangun kembali lembaga-lembaga negara dan memperkuat persatuan nasional.
Dampaknya tidak berhenti di perbatasan Suriah, tetapi meluas ke negara-negara tetangganya dan ke keseimbangan kekuatan yang lebih luas di Timur Tengah. Keputusan ini dapat menandai dimulainya era baru kerja sama regional, menggambar ulang peta aliansi ekonomi dan politik, dan memberi kawasan tersebut kesempatan langka untuk beralih dari fase konflik dan disintegrasi ke jalur rekonstruksi dan kemitraan.
Meskipun masih banyak tantangan yang tersisa, langkah ini dapat menjadi titik awal bagi proyek komprehensif untuk membangun negara Suriah yang modern, adil, dan stabil, yang terbuka bagi negara-negara di sekitarnya dan dunia (Aljazeera/Kho).