
Foto Pusat Informasi Palestina
Gaza – Dalam tragedi kemanusiaan baru yang tidak biasa, Alaa Al-Najjar, seorang dokter anak di Rumah Sakit Al-Tahrir di Kompleks Medis Nasser, harus kehilangan sembilan anaknya saat menjalankan tugasnya, setelah rumahnya menjadi sasaran serangan udara negara Yahudi di Khan Yunis, sebelah selatan Jalur Gaza.
Mengutip Pusat Informasi Palestina Sembilan pada Sabtu, 24 Mei 2025, 13.38 (waktu setempat) anak-anak dokter Alaa terbakar hingga syahid dalam serangan udara negara Yahudi atas rumahnya di daerah Qizan Al-Najjar, sebelah selatan kota tersebut. Menurut Pertahanan Sipil, pengeboman tersebut menghancurkan seluruh rumah keluarga tersebut dan memicu kebakaran besar, mengakibatkan sembilan orang syahid, termasuk delapan anak yang hangus terbakar, sementara suaminya, dokter Hamdi Al-Najjar, mengalami luka parah.
Menurut saksi mata, Al-Najjar pingsan saat terkejut dengan kedatangan jenazah dan sisa-sisa tubuh anak-anaknya yang berusia antara 2 hingga 12 tahun di rumah sakit tempatnya bekerja.
Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan di Jalur Gaza, Munir al-Barash, membenarkan bahwa dokter Alaa, seorang dokter anak di Rumah Sakit al-Tahrir di Kompleks Medis Nasser, memiliki 10 anak, yang tertua berusia di bawah 12 tahun. Dia berangkat bersama suaminya, dokter Hamdi al-Najjar, yang mengantarnya ke tempat kerja. Beberapa menit setelah suaminya pulang, sebuah rudal negara Yahudi menghantam rumah mereka.
—————–
Salah satunya berusia enam bulan. Dr. Alaa Al-Najjar sangat sedih dengan kedatangan jenazah tujuh anaknya ke Kompleks Medis Nasser setelah mereka terbakar hingga wafat menyusul serangan udara negara Yahudi atas rumahnya di daerah Qizan Al-Najjar, selatan Khan Yunis. #Berita #Perang_Gaza pic.twitter.com/JzUdfDJNlW
— Al Jazeera Palestine (@AJA_Palestine) 24 Mei 2025
——————–
Al-Barsh menambahkan bahwa kesembilan anak yang wafat dalam serangan udara tersebut: Yahya, Rakan, Ruslan, Jibran, Eve, Rivan, Sayedin, Luqman, dan Sidra. Sedangkan Adam, satu-satunya anak yang cedera dan masih hidup, dan suaminya, Dr. Hamdi, cedera dan kini dalam perawatan intensif.
Ia menambahkan, “Inilah yang dialami staf medis kami di Jalur Gaza; kata-kata tidak cukup untuk menggambarkan rasa sakitnya. Di Gaza, bukan hanya staf medis yang menjadi sasaran, tetapi penjajah negara Yahudi juga melakukan kejahatan, menargetkan seluruh keluarga.”
Insiden ini merupakan bagian dari serangkaian serangan sistematis terhadap warga sipil di Jalur Gaza dan Khan Yunis, yang telah menjadi sasaran pemboman hebat selama beberapa pekan, yang mengakibatkan wafatnya ratusan anak-anak dan wanita.
Insiden tersebut memicu kemarahan dan keterkejutan di antara banyak warga tweeter di media sosial, yang menekankan bahwa tragedi ini hanyalah satu episode dalam siklus penderitaan yang tak berujung di Gaza, di mana ribuan anak-anak terbunuh tanpa adanya tanggapan internasional untuk menghentikan pembantaian dan genosida.
——————
Ibu bekerja menyelamatkan nyawa… Menemukan 7 anaknya syahid
Dalam adegan yang memilukan, Dr. Alaa Al-Najjar tengah menjalankan tugas kemanusiaannya, menyelamatkan korban pemboman di dalam Kompleks Medis Nasser di selatan #Gaza, sebelum ia dikejutkan oleh kedatangan jenazah tujuh anaknya senidir di rumah sakit yang sama, setelah mereka wafat dalam pemboman… pic.twitter.com/RTuOudxNOF
— hafid derradji حفيظ درادجي (@derradjihafid) 24 Mei 2025
———————-
Kejahatan menyasar dokter atau rumah mereka telah menjadi praktik sistematis sejak awal perang pemusnahan Israel di Gaza. Serangan militer negara Yahudi tidak hanya terbatas pada fasilitas kesehatan saja, tetapi juga mencakup tenaga medis, yang menjadi sasaran penangkapan dan penyiksaan. Sejumlah dokter, perawat, dan keluarga mereka menjadi korban serangan ini.
Menurut data yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan, militer negara Yahudi telah membunuh lebih dari 1.000 dokter, perawat, dan petugas kesehatan lainnya di Jalur Gaza sejak awal perang.
Sebelum pembunuhan keluarga Dr. al-Najjar, direktur Rumah Sakit Kamal Adwan, dokter yang dipenjara Hussam Abu Safia, membayar harga pribadi yang mahal ketika putranya, Ibrahim, ditembak mati oleh tentara negara Yahudi pada 26 Oktober 2024, karena menolak mengevakuasi rumah sakit.
Selama penyerbuan rumah sakit pada bulan Desember, Abu Safia dipukuli dengan sangat kejam oleh tentara Yahudi segera setelah meninggalkan rumah sakit, setelah menjadi sasaran bom suara saat berupaya mengevakuasi rumah sakit, menurut sebuah posting yang diterbitkan oleh Dr. Munir al-Barsh, Direktur Jenderal Kesehatan di Gaza, di halaman resminya di platform X.
———————–
Dr. Hussam Abu Safia membayar harga atas sikap moralnya yang jantan dengan menolak mematuhi perintah dan ancaman penjajah untuk mengevakuasi Rumah Sakit Kamal Adwan. Mereka membunuh putranya, Ibrahim, dan di sinilah dia, menyolati putra kesayangannya yang syahid, mengenakan seragam medisnya.
Seluruh kejahatan ini jelas, dan ada banyak saksi. Cukup Allah bagi kita dalam menghadapi semua ketidakadilan ini. pic.twitter.com/FET9TpQrJR
— Ahmad Wael Hamdan (@AHM3D_HAMDAN) 26 Oktober 2024
————————–
Insiden ini bukanlah yang pertama dalam serangkaian serangan yang sedang berlangsung terhadap dokter Palestina. Pada bulan April 2024, Dr. Adnan al-Barsh, salah satu dokter bedah terkemuka di Gaza dan kepala departemen ortopedi di Rumah Sakit al-Shifa, ditangkap oleh pasukan negara Yahudi. Ia dipindahkan ke Penjara Ofer, di mana ia mengalami penyiksaan kejam yang mengakibatkan jiwanya melayang di dalam penjara. Hal ini untuk menggarisbawahi penargetan tenaga medis Palestina dalam konteks perang yang sedang berlangsung.
Institut Studi Palestina telah mendokumentasikan penargetan sistematis terhadap dokter dan fasilitas kesehatan dan telah membuat platform daring yang menyediakan informasi terperinci tentang setiap profesional medis yang menjadi sasaran dalam perang genosida.
Institut tersebut menegaskan bahwa penargetan tenaga kesehatan dan semua pekerja kesehatan, yang terbunuh, diculik, dan hilang, bukanlah tindakan acak, melainkan bagian dari rencana penjajah untuk menggusur Jalur Gaza dengan membuatnya tidak dapat dihuni selama perang genosida.
Menurut platform tersebut, dokumentasi didasarkan pada sumber sekunder dan primer, termasuk laporan dan pernyataan dari Kementerian Kesehatan di Gaza, Biro Statistik Pusat Palestina, laporan berkala dari rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya, serta pernyataan dan laporan dari Kantor Media Pemerintah di Gaza, yang mengandalkan pengumpulan data primer. Sumber sekunder lainnya juga tersedia.
Mengenai sumber yang mendokumentasikan penargetan petugas kesehatan khususnya, termasuk mereka yang terbunuh, diculik, dan hilang, Institut Studi Palestina menjelaskan bahwa mereka terutama mengandalkan laporan dan pernyataan dari Kementerian Kesehatan di Gaza.
Disebutkan bahwa daftar tersebut disempurnakan dan diperluas berdasarkan penelitian cermat oleh kelompok “Healthcare Workers Watch”, yang terdiri dari dokter sukarelawan Palestina, beberapa di antaranya bekerja di rumah sakit di Jalur Gaza. Daftar tersebut juga mencakup detail latar belakang profesional dan keadaan penargetan dari kolega dan kerabat pekerja, serta situs web berita, situs web, dan akun media sosial organisasi aktif lainnya seperti Bulan Sabit Merah Palestina, Dokter Lintas Batas, dan platform Shireen.
—————–
Ini adalah paman saya, guru dan inspirasi saya, Profesor Omar Saleh Omar Farwana. Tentara penjajah membunuhnya, bersama istrinya, anak-anaknya, dan cucu-cucunya dalam satu kali serangan.
Asisten Profesor dan Dekan Fakultas Kedokteran di Gaza, pernah diasingkan, penulis, dan penyair. Lulus dari Universitas Leeds di Inggris, kemudian mengambil spesialisasi andrologi dan infertilitas di Australia.
Di antara mereka ada lautan pic.twitter.com/Qc2MoxDqzV
— Ramy Abdu | رامي عبده (@RamAbdu) 21 Agustus 2024
——————————
Dr. Omar Saleh Farwana, yang wafat pada Oktober 2023 dalam serangan udara negara Yahudi yang menargetkan rumahnya dan menewaskan 16 anggota keluarganya, adalah salah satu dokter paling terkemuka yang berhasil dihabisi. Dr. Medhat Saydam, seorang ahli bedah luka bakar di Rumah Sakit Al-Shifa, juga dihabisi pada bulan yang sama dalam serangan udara negara Yahudi yang menargetkan rumahnya.
Pada tanggal 25 Oktober 2023, Dr. Yousef Abu Jadallah gugur syahid dalam serangan di kediamannya di Kota Gaza, bersama dengan istrinya, Aya, dan anak-anak mereka, Salah al-Din, Muhammad, Abdul Rahman, dan Omar. Keluarga dokter tersebut tidak dapat menemukan jenazah kerabat mereka selama lebih dari dua pekan sejak tanggal mereka wafat.
Pada tanggal 12 November 2023, Dr. Humam al-Louh, seorang spesialis transplantasi ginjal, tewas dalam serangan udara di rumahnya, di mana ayahnya sedang menemaninya saat itu.
——————————-
Penyiar bertanya kepadanya: “Mengapa anda tidak pergi dan menyelamatkan diri anda dan keluarga anda?” Dia menjawab: “Jika saya pergi, siapa yang akan merawat pasien saya? Apakah anda pikir saya belajar kedokteran selama 14 tahun untuk memikirkan hidup saya sendiri dan bukan pasien saya?” Dr. Humam Al-Louh, yang gugur syahid di Rumah Sakit #Al-Shifa sedang bersama dengan dua dokter lainnya, Dr. Basil Mahdi dan Dr. Raed Mahdi #Gaza_is_bleeding pic.twitter.com/59Kq5T9DGD
— Meem Magazine.. Our Mirror (@Meemmag) 12 November 2023
———————
Pada tanggal 18 November 2023, Dr. Raafat Labad gugur syahid bersama dengan anggota keluarganya (termasuk ketiga putrinya, saudara laki-lakinya, dan saudara iparnya) akibat serangan udara yang menargetkan rumahnya di Kota Gaza. Ia menolak meninggalkan kota tersebut dan terus bekerja di Rumah Sakit Al-Shifa hingga meninggal dunia.
Dua hari kemudian, Dr. Ayman tewas bersama dengan istrinya, lima anak, orang tua, dan saudara laki-lakinya dalam serangan langsung terhadap rumah mereka di Jalur Gaza bagian tengah.
Pada tanggal 4 Desember 2023, Dr. Abdul Karim Jawad Al-Bawab gugur syahid dalam pembantaian yang merenggut nyawa anak-anaknya Raghad, Amir, dan Moataz, serta istri, ibu, saudara perempuan, dan keluarganya. Pada tanggal 2 Juli, Dr. Hassan Hamdan syahid bersama dengan dua belas anggota keluarganya dalam serangan langsung ke rumahnya di Deir al-Balah, Jalur Gaza bagian tengah.
——————
Dokter ketujuh secara urut dalam daftar negara Yahudi yang menghancurkan sektor medis di #Gaza.
Setelah 11 hari berturut-turut bertahan di rumah sakit untuk merawat para korban cedera, Dr. Abdullah Abu Nada mendengar seluruh keluarganya gugur syahid, setelah rumah mereka dihancurkan di atas kepala mereka dalam serangan udara negara Yahudi empat hari lalu. Jenazah mereka ditemukan hari ini. pic.twitter.com/KbkCLwfKrz
— Saad Waheidi (@WaheidiSaad) 17 Oktober 2023
————————
Pesawat penjajah juga menargetkan rumah beberapa dokter yang bekerja di rumah sakit Gaza, yang telah mengalami peristiwa putra dan anggota keluarga mereka sebagai syuhada. Mereka termasuk Dr. Hamid Abu Musa di Khan Yunis dan Dr. Abdullah Abu Nada, yang seluruh keluarganya menjadi syahid setelah rumah mereka dibom saat ia berada di Kompleks Medis Al-Shifa untuk menjalankan tugasnya merawat para pasien yang cedera.
Antara tanggal-tanggal ini dan setelahnya, Kementerian Kesehatan mendokumentasikan ratusan insiden genosida. Penjajah melakukan beberapa pembunuhan langsung yang menargetkan pekerja sektor kesehatan, yang belum pernah terjadi sebelumnya dibandingkan dengan semua putaran agresi sebelumnya. Ini dilakukan dengan dukungan terbuka Barat atas agresinya terhadap Jalur Gaza.
Dengan dukungan penuh Amerika, negara Yahudi telah melakukan kejahatan genosida di Gaza sejak 7 Oktober 2023, yang menyebabkan lebih dari 176.000 warga Palestina yang syahid dan cedera, sebagian besar dari mereka adalah anak-anak dan wanita, dan lebih dari 11.000 orang dinyatakan hilang, selain ratusan ribu orang mengungsi (Palinfo/Kho).